This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Thursday, August 30, 2012

Larangan Isbal (melabuhkan pakaian sehingga menutup mata kaki

Isbal ertinya melabuhkan pakaian hingga menutupi mata kaki, dan hal ini terlarang secara tegas baik karena sombong maupun tidak. Larangan isbal bagi laki-laki telah dijelaskan dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat banyak, maka selayaknya bagi seorang muslim yang telah redha Islam sebagai agamanya untuk menjauhi hal ini. Namun ada sebagian dari kalangan yang dianggap berilmu, menolak larangan isbal dengan alasan yang rapuh seperti mendakwa andainya tidak sombong maka dibolehkan?! Untuk lebih lanjut, berikut dipaparkan perkara yang sebenarnya tentang isbal agar menjadi pelita bagi orang-orang yang mencari kebenaran. Amin.

[A] DEFINISI ISBAL
Isbal secara bahasa adalah masdar dari “asbala”, “yusbilu-isbaalan”, yang bermakna “irkhaa-an”, yang ertinya; menurunkan, melabuhkan atau memanjangkan. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ibnul ‘Aroby rahimahullah dan selainnya adalah; memanjangkan, melabuhkan dan menjulurkan pakaian hingga menutupi mata kaki dan menyentuh tanah, baik karena sombong ataupun tidak. [Lihat Lisanul 'Arob, Ibnul Munzhir 11/321, Nihayah Fi Gharibil Hadits, Ibnul Atsir 2/339]

[B] BATAS PAKAIAN MUSLIM
Salah satu kewajiban seorang muslim adalah meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam segala perkara, termasuk dalam masalah pakaian. Rasulullah telah memberikan batas-batas syar’I terhadap pakaian seorang muslim, perhatikan hadits-hadits berikut:

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ertinya: Keadaan sarung seorang muslim hingga setengah betis, tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis hingga di atas mata kaki. Dan apa yang turun dibawah mata kaki maka bahagiannya di neraka. Barangsiapa yang menarik pakaiannya karana sombong maka Allah tidak akan melihatnya” [Hadits Riwayat. Abu Dawud 4093, Ibnu Majah 3573, Ahmad 3/5, Malik 12. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Misykah 4331]

Berkata Syaroful Haq Azhim Abadi rahimahullah: “Hadits ini menunjukkan bahwa yang sunnah hendaklah sarung (seluar) seorang muslim hingga setengah betis, dan dibolehkan turun dari itu hingga di atas mata kaki. Apa saja yang dibawah mata kaki maka hal itu terlarang dan haram. [ Aunul Ma’bud 11/103]

Dari Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
“Artinya: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang otot betisku lalu bersabda, “Ini merupakan batas bawah kain sarung. Jika engkau enggan maka boleh lebih bawah lagi. Jika engkau masih enggan juga, maka tidak ada hak bagi sarung pada mata kaki” [Hadits Riwayat. Tirmidzi 1783, Ibnu Majah 3572, Ahmad 5/382, Ibnu Hibban 1447. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah 1765]

Hadits-hadits di atas mengisyaratkan bahwa panjang pakaian seorang muslim tidaklah melebihi kedua mata kaki dan yang paling utama hingga setengah betis, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya yang banyak.

Dari Abi Juhaifah Radhiyallahu ‘anhu berkata”:
Aku melihat Nabi keluar dengan memakai Hullah Hamro’ seakan-akan saya melihat kedua betisnya yang sangat putih” [Tirmidzi dalam Sunannya 197, dalam Syamail Muhammadiyah 52, dan Ahmad 4/308]

‘Ubaid bin Khalid Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Tatkala aku sedang berjalan di kota Madinah, tiba-tiba ada seorang di belakangku sambil berkata, “Tinggikan sarungmu! Sesungguhnya hal itu lebih mendekatkan kepada ketakwaan.” Ternyata dia adalah Rasulullah. Aku pun bertanya kepadanya, “Wahai Rasulullah, ini Burdah Malhaa (pakaian yang mahal). Rasulullah menjawab, “Tidakkah pada diriku terdapat teladan?” Maka aku melihat sarungnya hingga setengah betis”.[Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashor Syamail Muhammadiyah, hal. 69]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang memanjangkan celananya hingga melebihi mata kaki. Beliau menjawab:’ Panjangnya qomis, celana dan seluruh pakaian hendaklah tidak melebihi kedua mata kaki, sebagaimana telah tetap dari hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Majmu' Fatawa 22/14]

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Walhasil, ada dua keadaan bagi laki-laki; dianjurkan iaitu menurunkan sarung hingga setengah betis, boleh iaitu hingga di atas kedua mata kaki. Demikian pula bagi wanita ada dua keadaan; dianjurkan yaitu menurunkan di bawah mata kaki hingga sejengkal, dan dibolehkan hingga sehasta” [Fathul Bari 10/320]

[C] DALIL-DALIL HARAMNYA ISBAL
Pertama:
“Dari Abu Dzar bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih. Rasulullah menyebutkan tiga golongan tersebut berulang-ulang sebanyak tiga kali, Abu Dzar berkata: “Merugilah mereka! Siapakah mereka wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Orang yang suka memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” [Hadits Riwayat Muslim 106, Abu Dawud 4087, Nasa'i 4455, Darimi 2608. Lihat Irwa': 900]

Kedua:
“Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” [Hadits Riwayat Bukhari 5783, Muslim 2085]

Ketiga:
“Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi bersabda: “Apa saja yang di bawah kedua mata kaki di dalam neraka.” [Hadits Riwayat Bukhari 5797, Ibnu Majah 3573, Ahmad 2/96]

Keempat:
“Dari Mughiroh bin Syu’bah Radhiyallahu ‘anhu, adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Sufyan bin Sahl! Janganlah kamu isbal, sesungguhnya Allah tidak menyenangi orang-orang yang isbal.” [Hadits Riwayat. Ibnu Majah 3574, Ahmad 4/26, Thobroni dalam Al-Kabir 7909. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 2862]

Kelima:
“Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan” [Hadits Riwayat Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 770]

Keenam:
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Saya lewat di hadapan Rasulullah sedangkan sarungku terurai, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegurku seraya berkata, “Wahai Abdullah, tinggikan sarungmu!” Aku pun meninggikannya. Beliau bersabda lagi, “Tinggikan lagi!” Aku pun meninggikannya lagi, maka semenjak itu aku senantiasa menjaga sarungku pada batas itu. Ada beberapa orang bertanya, “Seberapa tingginya?” “Sampai setengah betis.”[Hadits Riwayat Muslim 2086. Ahmad 2/33]

Berkata Syakh Al-Albani rahimahullah: “Hadits ini sangat jelas sekali bahwa kewajiban seorang muslim hendaklah tidak menjulurkan pakaiannya hingga melebihi kedua mata kaki. Bahkan hendaklah ia meninggikannya hingga batas mata kaki, walaupun dia tidak bertujuan sombong, dan di dalam hadits ini terdapat bantahan kepada orang-orang yang isbal dengan sangkaan bahwa mereka tidak melakukannya karena sombong! Tidakkah mereka meninggalkan hal ini demi mencontohkan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Ibnu Umar?? Ataukah mereka merasa hatinya lebih suci dari Ibnu Umar?” [Ash-Shahihah: 4/95]

Berkata Syaikh Bakr Abu Zaid:” Dan hadits-hadits tentang pelarangan isbal mencapai derajat mutawatir makna, tercantum dalam kitab-kitab shohih, sunan-sunan, ataupun musnad-musnad, diriwayatkan dari banyak sekali oleh sekelompok para sahabat. Beliau lantas menyebutkan nama-nama sahabat tersebut hingga dua puluh dua orang. Lanjutnya: “ Seluruh hadits tersebut menunjukkan larangan yang sangat tegas, larangan pengharaman, karena di dalamnya terdapat ancaman yang sangat keras. Dan telah diketahui bersama bahwa sesuatu yang terdapat ancaman atau kemurkaan, maka diharamkan, dan termasuk dosa besar, tidak dihapus dan diangkat hukumnya. Bahkan termasuk hukum-hukum syar’i yang kekal pengharamannya.”[Hadd Tsaub Wal Uzroh Wa Tahrim Isbal Wa Libas Syuhroh, hal. 19]

[D] KEBURUKAN ISBAL
Kehaaraman isbal telah jelas, bahkan di dalam isbal terdapat beberapa kemungkaran yang tidak boleh dianggap remeh, berikut sebahagiannya.

[1] Menyelisihi Sunnah
Menyelesihi sunnah termasuk perkara yang tidak bisa dianggap mudah dan ringan, karana kewajiban setiap muslim untuk mengamalkan setiap sendi dien dalam segala perkara baik datangnya dari Al-Qur’an atau Sunnah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Ertinya: Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul, takut akan di timpa cubaan (fitnah) atau ditimpa adzab yang pedih” [An-Nur: 63]

[2] Mendapat Ancaman Neraka
Berdasarkan hadits yang sangat banyak berisi ancaman neraka [2], bagi yang melabuhkan pakaiannya, baik karena sombong taupun tidak.

[3] Termasuk Kesombongan
Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah: “Kesimpulannya isbal melazimkan menarik pakaian, dan menarik pakaian melazimkan kesombongan, walaupun pelakunya tidak bermaksud sombong” (Fathul Bari 10/325).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan” [Hadits Riwayat Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65, dishohihkan oleh Al-Albany dalam As-Shohihah 770]

Berkata Ibnul Aroby rahimahullah: “Tidak boleh bagi laki-laki untuk memanjangkan pakaiannya melebihi kedua mata kaki, meski dia mengatakan: “Aku tidak menariknya karena sombong”, karena larangan hadits secara lafazh mecakup pula bagi yang tidak sombong, maka tidak boleh bagi yang telah tercakup dalam larangan, kemudian berkata: “Aku tidak mau melaksanakannya karena sebab larangan tersebut tidak ada pada diriku”, ucapan semacam ini merupakan klaim yang tidak bisa diterima, bahkan memanjangkan pakaian itu sendiri menunjukkan kesombongan” [Fathul Bari 10/325]

[4] Menyerupai Wanita
Isbal bagi wanita disyari’atkan bahkan wajib, dan mereka tidak diperkenankan untuk menampakkan anggota tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Orang yang isbal berarti mereka telah menyerupai wanita dalam berpakaian, dan hal itu terlarang secara tegas, berdasarkan hadits.

Dari Ibnu Abbas ia berkata; “Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” [Hadits Riwayat Bukhari 5885, Abu Dawud 4097, Tirmidzi 2785, Ibnu Majah 1904]
Imam At-Thabari berkata: “Maknanya tidak boleh bagi laki-laki menyerupai wanita di dalam berpakaian dan perhiasan yang menjadi kekhususan mereka, demikian pula sebaliknya” [Fathul Bari II/521]

Dari Khorsyah bin Hirr berkata: “Aku melihat Umar bin Khaththab, kemudian ada seorang pemuda yang melabuhkan sarungnya melalui di hadapannya. Maka Umar menegurnya seraya berkata: “Apakah kamu orang yang haidh?” pemuda tersebut menjawab: “Wahai amirul mukminin apakah laki-laki itu mengalami haidh?” Umar menjawab; “Lantas mengapa engkau melabuhkan sarungmu melewati mata kaki?” kemudian Umar minta diambilkan guting lalu memotong bagian sarung yang melebihi kedua mata kakinya”. Kharsyah berkata: “Seakan-akan aku melihat benang-benang di ujung sarung itu” [Hadits Riwayat Ibnu Syaibah 8/393 dengan sanad yang shohih, lihat Al-Isbal Lighoiril Khuyala, hal. 18]

Akan tetapi laa haula wal quwwata illa billah, zaman sekarang yang dikatakan sebagai modern, kebanyaknnya telah berpakaian terbalik, yang laki-laki melabuhkan pakaianya menyerupai wanita dan tidak terlihat darinya kecuali wajah dan telapak tangan!, yang wanita membuka pakaianya hingga terlihat dua betisnya bahkan lebih dari itu. Yang lebih tragis lagi terlontar cemuhan dan ejekan kepada laki-laki yang memendekkan pakaiannya karena mencontoh Nabi dan para sahabat. Manusia zaman sekarang memang aneh, mereka mencela dan mengejek para wanita yang memanjangkan jilbabnya karena taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulnya, akhirnya kepada Allah kita mengadu” [Al-Isbal Lighoiril Khuyala hal. 18]

[5] Berlebih Lebihan
Tidak ragu lagi syari’at yang mulia ini telah memberikan batas-batas berpakaian, maka barangsiapa yang melebihi batasnya sungguh ia telah belebih-lebihan.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Artinya: Dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” [Al-A’raf: 31]

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Apabila pakaian melebihi batas semestinya, maka larangannya dari segi isrof (berlebih-lebihan) yang berakhir pada keharaman” [Fathul Bari II/436]

[6] Terkena Najis
Orang yang isbal tidak aman dari najis, bahkan kemungkinan besar najis menempel dan mengenai sarungnya tanpa ia sadari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya: Naikkan sarungmu karena hal itu lebih menunjukkan ketakwaan dalam lafazh yang lain lebih suci dan bersih” [Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364, dishohihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashar Syama’il Muhammadiyyah hal. 69]

[F] SYUBHAT DAN JAWAPANNYA
Orang yang membolehkan isbal melontarkan syubhat yang cukup banyak, di antara yang sering muncul ke permukaan adalah mendakwa bahwa isbal dibolehkan jika tidak sombong. Oleh karena itu penulis perlu menjawab dalil-dalil yang biasa mereka gunakan untuk membolehkan isbal jika tidak bermaksud sombong.

Pertama: Hadits Ibnu Umar
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat!” Abu Bakar bertanya, “Ya Rasulullah, sarungku sering melorot kecuali bila aku menjaganya!” Rasulullah menjawab, “Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong.” [Hadits Riwayat Bukhari 5784]

Mereka berdalil dengan sabda Rasulullah, “Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong.”, bahwasanya isbal tidak sombong dibolehkan?!

Jawapan:
Berkata Syaikh Al-Albani: “Dan termasuk perkara yang aneh, ada sebagian orang yang mempunyai pengetahuan tentang Islam, mereka berdalil bolehnya memanjangkan pakaian atas dasar perkatan Abu Bakar ini. Maka aku katakan bahwa hadits di atas sangat jelas bahawa Abu Bakar sebelumnya tidak memanjangkan pakaiannya, sarungnya selalu melonggar tanpa kehendak dirinya dengan tetap berusaha untuk selalu menjaganya. Maka apakah boleh berdalil dengan perkataan ini sementara perbezaannya sangat jelas bagaikan matahari di siang hari dengan apa yang terjadi pada diri Abu Bakar dan orang yang selalu memanjangkan pakaiannya? Kita memohon kepada Allah keselamatan dari hawa nafsu. (As-Shahihah 6/401). Kemudian Syaikh berkata di tempat yang lain: “Dalam hadits riwayat Muslim, Ibnu Umar pernah lewat di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan sarungnya (seluarnya) melonggar, Rasulullah menegur Ibnu Umar dan berkata, “Wahai Abdullah, naikkan sarungmu!”. Apabila Ibnu Umar saja yang termasuk sahabat yang mulia dan utama, Nabi tidak tinggal diam terhadap sarungnya yang melonggar (melondeh) bahkan memerintahkannya untuk mengangkat sarung tersebut, bukankah ini menunjukkan bahwa isbal itu tidak berkaitan dengan sombong atau tidak sombong?! [Mukhtashar Syamail Muhammadiyyah hal. 11]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
”Artinya: Sesungguhnya pada yang demikian ini benar-benar terdapat peringatan bagi orang yang mempunyai hati atau apa yang menggunakan pendengarannya, sedang ia menyaksikannya” [Qoof: 37]

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Dan adapun orang yang berhujjah dengan hadits Abu Bakar, maka kita jawab dari dua sisi. “Pertama, bahwa salah satu sisi sarung Abu Bakar kadang melondeh tanpa disengaja, maka beliau tidak menurunkan sarungnya atas kehendak dirinya dan ia selalu berusaha menjaganya. Sedangkan orang yang mendakwa bahawa dirinya isbal karana tidak sombong, mereka menurunkan pakaian mereka karena kehendak mereka sendiri. Oleh karena itu, kita katakan kepada mereka, ‘Jika kalian menurunkan pakaian kalian di bawah mata kaki tanpa niat sombong, maka kalian akan diadzab dengan apa yang turun di bawah mata kaki dengan Neraka. Jika kalian menurunkan pakaian karana sombong, maka kalian akan diadzab dengan siksa yang lebih pedih, iaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan berbicara kepada kalian, tidak dilihat oleh-Nya, tidak disucikan oleh-Nya dan bagi kalian adzab yang pedih”. Yang kedua, Abu Bakar mendapat komentar dan tazkiah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia bukan termasuk orang yang sombong, maka, apakah kalian juga mendapat tazkiah dan komentar yang serupa?” [Fatawa Ulama Balad Haram hal. 1140]

”Ertinya: Maka ambillah hal itu untuk menjadi pelajaran, hai orang yang mempunyai pandangan” [Al-Hasyr: 2]

Kedua: Mereka yang membolehkan isbal jika tidak sombong, menyangka bahwa hadits-hadits larangan isbal yang bersifat mutlak (umum), harus ditaqyid (dikaitkan) ke dalil-dalil yang menyebutkan lafazh khuyala’ (sombong), sesuai dengan kaidah ushul fiqh, “Hamlul Mutlak ‘alal Muqoyyad Wajib” (membawa nash yang mutlak ke muqoyyad adalah wajib).

Jawapan:
Kita katakan kepada mereka, “Itulah sejauh-jauhnya pengetahuan mereka. [An-Najm: 30]

Kemudian kaedah ushul “Hamlul Muthlaq ‘alal Muqoyyad” adalah kaedah yang telah disepakati dengan syarat-syarat tertentu. Untuk lebih jelasnya, mari kita semak perkataan ahlul ilmi dalam masalah ini.
Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah: “Isbal pakaian apabila karena sombong maka hukumannya Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat, tidak mengajak bicara dan tidak mensucikannya, serta baginya adzab yang pedih. Adapun apabila tidak karena sombong, maka hukumannya disiksa dengan neraka apa yang turun melebihi mata kaki, berdasarkan hadits.

Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih: orang yang memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu”. Juga sabdanya : “Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat, Adapun yang isbal karena tidak sombong, maka hukumannya sebagaimana dalam hadits: “Apa saja yang dibawah kedua mata kaki di dalam Neraka”. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mentaqyidnya dengan sombong atau tidak, maka tidak boleh mentaqyid hadits ini berdasarkan hadits yang lalu. Juga Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu telah berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Keadaan sarung seorang muslim hingga setengah betis, tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis hingga di atas mata kaki, dan apa yang turun di bawah mata kaki, maka bagiannya di neraka, barangsiapa yang menarik pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya”.

Di dalam hadits ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dua permisalan dalam satu hadits, dan ia menjelaskan perbedaan hukum keduanya karena perbedaan balasannya. Keduanya berbeda dalam perbuatan dan berbeda dalam hukum dan balasan. Maka selama hukum dan sebabnya berbeda, tidaklah boleh membawa yang mutlak ke muqoyyad (khusus), di antara syaratnya adalah bersatunya dua nash dalam satu hukum, apabila hukumnya berbeda, maka tidaklah ditaqyid salah satu keduanya dengan yang lain. Oleh karena itu ayat tayammum yang berbunyi: ”Basuhlah mukamu dan tanganmu dengan tanah” tidak ditaqyid dengan ayat wudhu, “Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku” maka tayammum itu tidak sampai siku, karena mengharuskan perlawanan”[As’ilah Muhimmah hal, 29-30, Lihat pula Fatawa Syaikh Utsaimin 2/921, Isbal Lighoiril khuyala hal. 26]

Kesimpulannya; Kaedah “Membawa nash yang mutlak ke muqoyyad wajib” adalah kaidah yang telah muttofak alaihi (disepakati) pada keadaan bersatunya hukum dan sebab. Maka tidak boleh membawa nash yang mutlak ke muqoyyad apabila hukum dan sebabnya berbeda, atau hukumnya berbeza dan sebabnya sama! [Lihat Ushul Fiqh Al-Islamy 1/217 karya Dr Wahbah Az-Zuhaili]

[G] KESIMPULAN
Dari perbahasan di atas, dapat disimpulkan:
[1] Isbal adalah memanjangkan pakaian hingga menutupi mata kaki, baik karena sombong maupun tidak, dan hal ini haram dilakukan bagi laki-laki.
[2] Batasan pakaian seorang laki-laki ialah setengah betis, dan dibolehkan hingga di atas mata kaki, tidak lebih.
[3] Hukum isbal itdak berlaku bagi wanita, bahkan mereka disyari’atkan menurunkan pakaiannya hingga sejengkal di bawah mata kaki.
[4] Isbal pakaian tidak hanya sarung, berlaku bagi setiap jenis pakaian berupa celana, gamis, jubah, sorban dan segala sesuatu yang menjulur ke bawah.
[5] Isbal karena sombong adalah dosa besar, oleh karena itu pelakunya berhak tidak dilihat oleh Allah pada hari kiamat, tidak disucikan-Nya, dan baginya adzab yang pedih.
[6] Isbal jika tidak sombong maka baginya adzab neraka apa yang turun di bawah mata kaki.
[7] Isbal memiliki beberapa kemungkaran, sebagaimana telah berlalu penjelasannya
[8] Dakwaan sebahagian orang yang melakukan isbal dengan alasan tidak sombong merupakan dakwaan yang tidak boleh diterima. Maka bagi mereka, kami sarankan untuk memperdalam ilmu dan merujuk kalam ulama dalam masalah ini.

Oleh: Abu Abdillah Ibnu Luqman

Wednesday, August 29, 2012

Bilakah tibanya Hari Kiamat?

Hari Kiamat adalah hari di mana akan musnahlah segala yang tercipta dan akan binasalah segala makhluk yang pernah hidup di alam ini. Tahukah korang bahawa Kiamat akan berlaku pada hari Jumaat? Jadi mari kita selami dan baca kisah di mana peristiwa-peristiwa (besar) yang akan berlaku sebelum munculnya Kiamat.

1. Munculnya Imam Mahdi

Nabi Muhammad SAW merupakan nabi yang terakhir diutuskan dan Imam Mahdi pula adalah imam yang terkahir dan tiada lagi imam sesudahnya. Imam Mahdi adalah dari keturunan Hasan, yakni anak kepada Fatimah dan Ali bin Abi Talib. Ali pernah melihat Hasan sambil berkata: “Anakku ini akan menjadi pemimpin seperti dijanjikan Rasulullah dan nanti juga akan keluar dari keturunannya seorang lelaki yang namanya, kelakuannya sama seperti dengan nama nabi kamu, namun bentuk tubuhnya tidak sama”. Kemudian Ali menceritakan keadaan Imam Mahdi yang memimpin dunia secara adil dan bijaksana.

Rasulullah SAW pernah bersabda, “Akan keluarlah manusia dari sebelah timur, lalu mereka pergi menemui Mahdi, yakni untuk mengikuti pemerintahannya”. Imam Mahdi yang dijanjikan akan datang di akhir zaman itu dikatakan akan mucul dari timur dan mereka akan melantiknya di Mekah. Beliau akan memimpin dunia selama lima, tujuh atau sembilan tahun dan pada zamannya nanti ajaran Islam dapat ditegakkan, musuh-musuh Islam takut akannya, pemerintahannya tiada cacat cela, tiada kezaliman dan kebaikan berkekalan. Beliau menguasai dunia seperti Nabi Allah Sulaiman.

2. Munculnya Al-Masih Dajjal

Mengapa dia digelar Al-Masih? Nama Al-Masih diberi kerana buruknya rupa

dan bentuk tubuh Dajjal dan dia diciptakan sebagai makhluk yang dilaknat kerana ia kufur dan mengaku dirinya sebagai tuhan. Al-Masih juga diberi kepada Dajjal kerana terhapus atau hilang mata sebelahnya. Kekuasaannya mencakup seluruh daratan dan lautan dan dia boleh menahan sungai daripada mengalir. Di antara kedua matanya tertulis kalimat KAFIR dan ia dapat dibaca oleh setiap mukmin sama ada pandai membaca atau tidak. Dia akan hidup di bumi selama 40 tahun.

Pada akhir zaman nanti kemarau panjang akan berlaku, hujan tidak turun dengan lamanya, tumbuhan tidak tumbuh dan dunia semakin kering kontang, sementara manusia dalam kelaparan, kehausan dan banyak penyakit melanda. Ketika itulah akan munculnya Al-Masih Dajjal dengan hebatnya. Dia memerintahkan langit menurunkan hujan dan dia menyuruh bumi mengeluarkan tumbuhan, dan ia benar-benar berlaku. Kemudian dia menyuruh sungai supaya mengalir membasahi kekeringan bumi.

Dajjal menunjukkan kehebatannya dalam mengubati pelbagai penyak

it, bahkan dia boleh menghidupkan orang yang sudah mati. Dia berpura-pura mengajak manusia kepada pendamaian dan kemudian banyaklah pengikutnya. Dalam keadaaan demikian, maka Dajjal mengaku dirinya sebagai nabi Allah dan ramai percaya terhadapnya. Akhir sekali dia akan mengaku dirinya sebagai tuhan bahkan dia mempunyai syurga dan neraka.

Dajjal berkata, “Akulah tuhan semesta alam dan aku sanggu menghidupkan dan

mematikan”. Tiba-tiba ada seorang mukmin membantahnya dan Dajjal terus membelahnya kepada dua bahagian. Kemudian Dajjal menyeru kepada tubuh mukmin itu, “Berdiri engkau”, lalu ia pon berdiri dan Dajjal bertanya lagi, “Percayakah engkau aku ini tuhan sekalian alam?”, orang mukmin itu menjawab, “Tidak, engkau masih Al-Masih pembohong”, lalu mukmin itu dicampakkan ke neraka milik Dajjal.

Orang-orang yang percaya pada Dajjal kemudian mengikutinya setelah melihat sendiri penipuan yang berlaku. Begitulah ramai yang akan kufur pada Allah dan beriman kepada Dajjal. Dajjal akan dibantu oleh syaitan dan jin dalam melakukan segalanya termasuk harta kekayaan. Mereka akan membantu Dajjal sama seperti mereka membantu Nabi Sulaiman satu ketika dahulu. Namun Dajjal tidak dapat memasuki kota Mekah dan Madinah kerana keduanya dijaga oleh Malaikat.

Bilangan orang-orang mukmin semakin sedikit lalu mereka lari ke puncak Bukit Dukhan untuk menyelamatkan diri dari Dajjal serta pengikutnya yang terdiri dari bani Iblis dan Bani Adam yang ramai dan kahirnya mereka dikepung di sana. Mereka ketakutan dan kelaparan berikutan tiada makan dan minuman di sana dan hanya mampu berdoa, berzikir, bertasbih dan bertahmid dengan kuat meminta pertolongan Allah. Tentera Dajjal tak dapat mendekati mereka kerana bacaan yang kuat itu.

Berbulan-bulan mereka terperangkap di atas bukit dan tiba-tiba langit menjadi gelap-gelita sehingga telapak tangan pun tak dapat dilihat depan mata. Kemudian mereka mendengar satu seruan dari langit, “Telah datang kepada kamu pertolongan!”. Tatkala itu bumi disinari nur dari langit dan turunlah Isa bin Maryam dan tangannya pada sayap dua Malaikat. Dajjal yang mengetahui kedatangan Nabi Isa kemudian terus pucat dan menyuruh pengikutnya mengerjakan solat. Ketika Nabi Isa mendatangi Dajjal, lalu Dajjal sambil ketakutan berkata, “Wahai nabi Allah, kami baru sahaja mengerjakan solat”. Isa AS bekata, “Wahai musuh Allah, engkau mengaku sebagai tuhan sekalian alam, untuk siapa kau solat dan mengabdi?” Lalu tamatlah riwayat Dajjal dibunuh oleh Nabi Isa di Babu Luddi Palestin.

3. Turunnya Isa bin Maryam

Nabi Isa adalah nabi kedua terakhir yang diutuskan Allah. Nabi Isa telah dinaikkan ke langit dan hidup dengan aman hingga sekarang setelah cubaan membunuh oleh kaumnya. Waktu Dajjal berleluasa pada akhir zaman, Nabi Isa akan turun dan membunuhnya serta memimpin umat Nabi Muhammad ke jalan yang benar dan akan dihapuskan segala agama selain Islam. Dunia ketika itu akan aman sehingga anak perempuan boleh bermain dengan harimau.

Turunnya Nabi Isa diriwayatkan bahawa beliau akan turun berdekatan dengan menara putih di Timur Damsyik dengan memakai pakaian kuning pada waktu fajar. Dua telapak tangannya terletak di atas sayap dua Malaikat. Kulitnya putih kemerah-merahan dan terdapat nur di wajahnya. Beliau akan menghancurkan salib-salib, membunuh semua babi, menghapuskan cukai dan tidak membayar zakat kerana waktu itu tiada seorang pun yang berhak menerimanya. Tiada lagi cemburu, dengki , marah-memarahi antara satu sama lain, dunia berjalan dengan aman dan lancar.

Bumi akan mengeluarkan cahaya dan menumbuhkan tumbuhan sama seperti zaman Nabi Adam dan ramai orang memetiknya dan makan sehingga kenyang. Nabi Isa akan memimpin dunia dengan aman selama 40 tahun sebelum kewafatan beliau di Madinah. Beliau disembahyangkan oleh kaum muslimin dan dimakamkan berdekatan makam Rasulullah SAW. Yakjuj Makjuj iaitu kaum yang amat ditakuti manusia juga akan muncul pada zaman Nabi Isa ini.

4. Keluarnya Yakjuj & Makjuj

Yakjuj dan Makjuj adalah dua kaum yang telah hidup lama di sebalik dua gunung dari zaman Nabi Ibrahim hinggalah sekarang dan mereka suka berbuat kerosakan di muka bumi dan menyusahkan dan mengganggu manusia. Masyarakat waktu itu tidak tahan dengan Yakjuj Makjuj lalu meminta Raja Zulqarnain iaitu pemimpin yang agung untuk membuat benteng menahan Yakjuj Makjuj dari keluar dari sebalik gunung tersebut. Lalu mereka bekerjasama membuat benteng yang tingginya sama tinggi seperti dua puncak gunung itu. Di situlah Yakjuj Makuj terkurung sehingga Kiamat nanti.

Telah tiba masanya lalu dengan izin Allah maka hancurlah dinding yang menahan kaum Yakjuj Makjuj dari melihat dunia selama ini. Mereka pun turun dari celahan gunung itu dengan lajunya seperti empangan yang pecah mengeluarkan airnya. Lalu Yakjuj Makjuj meminum dan memakan apa sahaja yang mereka jumpai sehingga kering air sungai dan perigi. Manusia ketika itu semuanya ketakutan dan bersembunyi, mereka memohon agar Nabi Isa menghancurkan Yakjuj dan Makjuj. Maka berdoalah Isa ke hadrat Allah dan berkat doanya, lalu Allah mengirimkan ulat kepada Yakjuj Makjuj dan mereka mati kesemuanya.

5. Matahari Terbit dari Barat

Terbitnya matahari dari ufuk barat adalah suatu yang mustahil akan berlaku tanpa izin Allah kerana ia bertentangan dengan hukum alam. Ketahuikah anda bahawa matahari itu setelah ia diciptakan, ia sentiasa mengikut peredarannya iaitu terbit di timur dan terbenam di barat? Setelah terbenam, ia pergi ke bawah Halimatul Arasy, sujud kepada Allah dan mensucikanNya dan membesarkanNya. Kemudian matahari akan meminta izin Allah untuk terbit kembali menjalankan tugasnya seperti biasa.

Setelah wafatnya Nabi Isa, manusia ketika itu ada yang tetap taat pada ajaran Islam dan banyak yang kembali kufur kepada Allah. Tidak lama kemudian berlakulah satu perubahan yang ketara pada alam semesta yang tidak pernah terjadi sepanjang umur dunia. Apabila matahari terbenam, malam menjelma seperti biasa, namun semua manusia dapat merasai keanehan malam tersebut. Malam itu terlalu lama dan panjangnya sama dengan dua malam biasa. Orang yang tidur sudah puas tidur, orang yang selalu solat subuh di awal waktu masih menanti masa solat, sehingga ramai yang keluar dari rumah masing-masing bertanya kepada jiran mengapa dunia masih gelap.

Rupanya Allah telah menahan matahari dari menjalani tugasnya, Allah berfirman, “Diamlah engkau disini”. Matahari pun diam selama dua malam sehinggalah Allah memerintahkan, “Terbitlah engkau dari tempat terbenammu”, lalu terbitlah matahari dari ufuk barat. Tatkala itu semua penduduk dunia berasa sangat pelik kerana ia tak pernah berlaku dalam sejarah, matahari telah terbit dari tempat terbenamnya. Kemudian kesemua mereka menangis sama ada yang Islam atau yang kafir kerana mereka sudah tahu hampirnya Kiamat. Namun segala tangisan dan taubat sudah tak berguna lagi. Pada waktu terbitnya matahari dari barat, Allah telah menutup segala pintu taubat dan pintu syurga, maka menyesallah mereka sehingga mulai hari itu, tidak seorang pun akan bekerja lagi.

6. Keluarnya Binatang dari Perut Bumi

Setelah terbitnya matahari dari ufuk sebelah barat, kemudian muncul lagi tanda kekuasaan Allah iaitu keluarnya binatang yang melata dari perut bumi. Apabila ia keluar sahaja ke muka bumi ini, lalu muncullah tanda pada dahi setiap manusia. Jika manusia itu beramal soleh maka tercatitlah perkataan “mukmin” pada dahinya manakala jika manusia itu seorang kafir, maka terang-terangan akan tertulis “kafir” pada dahi mereka.

Rasullullah SAW pernah bersabda bahawa panjang binatang ini adalah 60 hasta iaitu sama tinggi dengan Nabi Adam AS dan orang yang mencarinya takkan menjumpainya, sedangkan orang yang lari darinya takkan dapat lari daripadanya. Binatang ini dikatakan kepalanya seperti kepala banteng, matanya seperti mata khinzir, telinganya seperti telinga gajah, tanduknya seperti tanduk rusa, lehernya panjang seperti leher burung unta, dadanya seperti dada singa, warnanya seperti harimau, rusuknya seperti rusuk kucing, ekornya seperti ekor kibas, tingginya seperti unta dan ia akan membawa tongkat Nabi Musa dan cincin Nabi Sulaiman.

Apabila cincin Nabi Sulaiman dioleskan pada mukan orang kafir, maka akan hitamlah seluruh mukanya manakala apabila ia dioleskan pada muka orang mukmin, akan berserilah wajah mereka. Begitu juga tongkat Nabi Musa, apabila ia memukul hidung orang kafir dan mukmin, maka tertulislah pada dahi mereka kafir dan mukmin. Maka dengan itu jelas sudah perbezaan antara orang kafir dan mukmin.

7. Dunia diliputi Kabut

Allah berfirman, “Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata, yang meliputi manusia. Inilah Azab yang pedih. Mereka berdoa, Ya tuhan kami hilangkanlah dari kami azab itu, sesungguhnya kami akan beriman“. (Al Dukhan: 10-12)

Apabila kiamat itu hampir tiba, maka dunia ini akan diliputi kabut yang tebal dan menjadikan dunia ini gelap. Kabut itu akan membuatkan orang mukmin selsema dan sukar bernafas manakala orang kafir berasa betul-betul merasa tersiksa dan terbakar. Semua orang akan berasa lemas ketika itu lalu mereka tunduk pada Allah namun segala penyesalan tak berguna lagi.

8. Angin yang Mematikan, diangkat Al-Quran & Perkara Baik

Setelah beberapa tanda besar berlaku, lalu berlalu tahun demi tahun, kemudian manusia tetap lalai dari menginsafi diri pada Allah. Yang baik akan membuat kejahatan kembali, yang jahat tetap begitu. Orang mukmin makin ketakutan yakni mereka takut terpengaruh membuat kejahatan serta fitnah lalu mereka berdoa pada Allah agar tidak terjerumus ke arah maksiat. Lalu Allah menurunkan ubat dari langit yakni angin yang kuat untuk mematikan orang-orang beriman walaupun dalam diri mereka masih mempunyai secebis keimanan. Maka tinggallah orang-orang kafir dan mungkar di muka bumi ini.

Lalu Allah angkat Al-Quran yakni penyuluh iman manusia ke langit serta bersamanya Allah angkat segala kebaikan dari dunia ini. Diceritakan bahawa Al-Quran datang mengadap Allah lalu ia mengadu, “Tuhanku, aku cuma dibaca orang dan tidak diamalkan sama sekali.” Mendengar yang demikian, lalu Allah mengangkat Al-Quran (ilmu) dari dada manusia bahkan dari kitab-kitab Al-Quran dan akhirnya tinggal kertas-kertas kosong sahaja, sedangkan huruf-huruf dan tulisannya sudah tiada lagi. Namun Allah telah meninggalkan pada umat masa itu satu kalimah sahaja dan ia hanya disebut oleh orang-orang tua masa itu, yakni kalimah “Lailaha illallah”. Setelah orang tua itu meninggal, maka hilang sama sekali ajaran Islam dari permukaan bumi.

Rasulullah SAW bersabda, “Yang mula-mula sekali diangkat Allah dari hambaNya ialah sifat pemalu, kemudian dicabutnya sifat amanah dan kasih sayang. Lalu Allah cabutkan pula kalung keislaman dari leher hambaNya, maka jadilah hambanya itu jauh dari rahmat dan dilaknat”. Apabila semua sifat berikut telah tiada dalam diri manusia, maka sifat-sifat buruk akan berleluasa di muka bumi dan manusia tatkala itu tidak memperdulikan sesama mereka. Mereka berbuat apa sahaja yang mereka kehendaki.

9. Hancurnya Kaabah

Kota Mekah adalah tempat di mana letaknya rumah Allah di muka bumi iaitu Kaabah. Ia menjadi tempat umat Islam seluruh dunia beribadat kepada yang Esa. Diriwayatkan bahawa Allah telah menjadikan tapak Kaabah itu disokong dengan empat tiang daripada air dua ribu tahun sebelum Dia menciptakan dunia ini dan Dia telah membentangkan bumi dari bawah Kaabah. Tiang Kaabah itu panjangnya sehingga lapisan bumi yang ke tujuh.

Di setiap tujuh langit ada rumah Allah tempat para malaikat beribadat padaNya dan pada langit ke tujuh nama rumah Allah itu adalah Baitul Makmur. Rasulullah bersabda, “Baitul Makmur adalah masjid yang berada di langit dan ia betul-betul di atas Kaabah. Seandainya ia jatuh maka ia akan menghempap Kaabah”.

Sabda Rasullullah, “Kaabah akan dihancurkan oleh orang Habsyah yang bergelar Dzus-Suwaiqatain (orang yang kedua-dua betisnya kecil) dan ia akan merampas segala perhiasannya dan melucutkan kelambunya. Seakan-akan terbayang di hadapan mataku keadaan seorang yang botak, bengkok sedikit sendi-sendinya. Ia memukul-mukul Kaabah itu dengan besi penyeduk dan kapak besar”. Nabi SAW bersabda lagi, “Seolah-olah aku dapat melihat orang-orang yang merobohkan Kaabah itu berkulit hitam, merenggangkan kedua kakinya dan membongkar Kaabah itu batu-batunya satu demi satu”.

10. Api yang Menghalau Manusia

Terdapat hadis menyebut, “Dan yang terakhir adalah api yang keluar dari Adan untuk menghalau manusia ke tempat pengumpulan mereka”. Manusia di akhir zaman makin jahat dan maksiat makin berleluasa, lalu ia menyemarakkan lagi kemarahan Allah, lalu dikirimkan api yang keluar dari perut bumi.

Api tersebut akan datang dari Adan (Yaman) dan akan membakar segala di langit dan dibumi. Datangnya api itu akan membuatkan manusia lari bertempiaran. Api itu bukan sahaja membakar segala di tanah dan di udara, namun segalanya di dalam laut akan turut terbakar. Maka berlarilah manusia menggunakan tumit mereka atau kenderaan-kenderaan hebat mereka, mereka berlari sekuat hati untuk menyelamatkan diri masing-masing namun mereka takkan selamat pada waktu itu jika mereka tidak ke negeri Syam.

Kenapa negeri Syam? Rasulullah ada bersabda, “Api akan keluar dari Hadramaut sebelum kiamat yang tujuannya untuk menghalau dan mengejar manusia”. Lalu para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, ke manakah harus kami berlari?” Lalu Nabi menjawab, “Pergilah ke negeri Syam”. Pada waktu itu berbondong-bondonglah manusia pergi menyelamatkan diri ke negeri Syam. Jika terdapat orang muslim yang masih hidup, api itu akan mengikuti sahaja muslim tersebut, jika dia berhenti rehat, maka api itu pun turut berhenti manakala bagi orang kafir, api tersebut akan terus mengejar mereka tanpa henti.

Maka terbakarlah segala-galanya di muka bumi yang dipinjamkan Allah kepada makhluknya. Hanya negeri Syam yang kecil sahaja tempat seluruh makhluk di dunia yakni manusia, binatang, jin dan Iblis serta pengikutnya berkumpul. Keadaan di sana amat sesak bahkan susah untuk bernafas apatah lagi nak tidur. Semuanya berhimpit-himpit lalu Iblis menyuruh konco-konconya menyesatkan lagi manusia yang dalam kesesakan. Lalu bertambah jahatlah mereka dan berbuat sesuka hati mengikut nafsu.

11. Ditiupkan Sangkakala dan Berakhirnya Umur Dunia

Sangkakala pertama: Mengejutkan dan Mematikan

Masanya telah tiba, manusia-manusia makin lalai dan tidak pernah insaf, lalu kemarahan Allah datang dan Allah memerintahkan Malaikat Israfil meniupkan sangkakala. Israfil tidak pernah lalai dari tugasnya. Sejak bumi diciptakan Allah, Israfil telah siap sedia memegang dan meletakkan sangkakala itu ke mulutnya dan matanya dihalakan ke Arasy Allah. Maka ditiupnya sangkakala pertama, yakni untuk mengejutkan. Dengan bunyi yang cukup kuat dan lantang serta didengar hingga langit ketujuh, menyebabkan seluruh makhluk Allah tergamam dan terkejut lalu membisu kesemuanya.

Firman Allah, “Dan ingatlah hari ketika ditiupkan sangkakala, maka terkejutlah segala yang ada di langit dan segala yang di bumi, kecuali orang-orang yang dikehendaki Allah“. (Al-Naml: 87)

Seluruh makhluk di bumi mendongak ke langit dan melihat sumber datangnya bunyi yang amat menggerunkan itu. Mereka tertanya-tanya dalam hati suara apa yang bergegar di langit itu. Rupanya telah tiba masa nyawa dunia ini ditarik kembali. Gunung-ganang tidak kukuh lagi, lalu ia berterbangan mengikut awan. Dunia bergoncang sekuat-kuatnya dan menjeritlah seluruh makhluk di bumi sehingga ibu melepaskan anaknya dan orang hamil melahirkan anak tak cukup umur. Ketika itu gelaplah dunia segelap-gelapnya kerana Allah telah memadamkan cahaya matahari, begitu juga cahaya dari bulan dan bintang. Tiada istilah siang dan malam. Langit terbelah, bulan dan bintang jatuh menghempap ke bumi.

Manusia tiada arah tuju lagi, mereka berkawan dengan jin dan jin berlindung dengan mereka. Semuanya buntu lalu mereka pergi berjumpa dengan Iblis yang mereka anggap dapat menyelesaikan masalah ini. Iblis membawa mereka ke laut, namun alangkah terkejutnya mereka melihat laut yang sudah naik dan api menyala dan mendidihkan laut itu. Mereka kecewa lalu berdiri sahaja melihat laut. Iblis yang bingung berlari ke sana sini namun segala yang dilihatnya adalah api. Dia teringat atas peristiwa dahulu yakni peristiwa yang memulakan permusuhannya dengan Adam dan sekaligus menjadikan dia kafir. Dia menyesali perbuatannya dan berkata, “Tuhanku, sekarang suruhlah aku sujud kepada sesiapa sahaja yang Engkau kehendaki”.

Syaitan-syaitan yang setia bersama Iblis selama ini berasa hairan dengan kelakuan pemimpinnya, lalu bertanya, “Wahai penghulu kami, kepada siapa engkau tunduk?” Lalu Iblis menjawab, “Aku merendah diri dan sujud kepada tuhan sekalian alam yang telah memanjangkan umurku sehingga hari kiamat. Sekarang sudah dekatnya masa yang telah dijanjikan.” Syaitan yang tidak pernah tahu akan kewujudan Allah selama ini lalu berkata, “Sesungguhnya engkau telah mencelakakan dirimu dan engkau telah mencelakakan kami”. Mereka menyesal namun penyesalan pada waktu ini tidak berguna lagi.

Tiba-tiba terdengarlah suara dari langit, “Sekarang sudah datanglah ketentuan Allah, maka jangan kamu minta untuk dipercepatkan lagi”. Meremang bulu roma mereka semua ketakutan dan menyesali perbuatan mereka namun ianya tidak berguna. Lalu ditiupnya Israfil sangkakala kedua yakni untuk mematikan, maka kedengaran ngauman sangkakala yang cukup kuat dan panjang sehingga menembusi lapisan langit dan bumi yang ke tujuh. Turunlah Izrail dengan rupa yang mengerikan dan dicabutnya nyawa segala makhluk dengan kasar secara paksa kecuali yang tertentu sahaja.

Allah berfirman kepada malaikat maut, “Pakailah pakaian kemurkaanKu dan bawalah bersamamu 70,000 Malaikat Zabaniyah (malaikat penjaga neraka) dan setiap satu malaikat itu membawa 70,000 cangkuk dari Neraka Jahanam dan cabutlah nyawa Iblis Laknatullah”. Malaikat maut turun ke bumi Allah dengan rupa seburuk-buruknya, bau sebusuk-busuknya, dan diceritakan rupa malaikat maut tiada seorang pun berani melihatnya. Maka larilah Iblis ke mengelilingi bumi, ke laut, ke langit, ke timur, ke barat, namun Izrail telah sedia berada di depannya. Akhirnya Iblis dikepung di tempat mula-mula ia turun ke bumi sewaktu zaman Nabi Adam dahulu, lalu dibentaknya Iblis dan dicabutnya nyawa Iblis secara kasar dan paksa lagi mengerikan. Menjeritlah Iblis dan matilah ia disana. Maka tamatlah permusuhan antara Adam dan Iblis dan dihancurkan dunia ini.

Malaikat Maut kemudian pergi mengadap Allah kemudian berkata, “Ya tuhanku, telah mati semua penghuni langit dan bumi kecuali makhlukMu yang Engkau kehendaki”. Allah bertanya pada Izrail walaupun Dia lebih tahu, “Siapa lagi yang masih belum mati?” Izrail menjawab, “Yang tinggal adalah Engkau yang sentiasa hidup dan tidak akan mati untuk selamanya, malaikat penjaga ArasyMu, begitu juga Jibril, Mikail dan saya sendiri”. Lalu Allah memerintahkan Izrail mencabut nyawa Jibril dan Mikail, kemudian mereka pun mati. Serta merta Arasy Allah bergoyang dan dengan izin Allah, Arasy berkata, “Ya tuhanku, mengapa diwafatkan Jibril dan Mikail?” Allah berfirman, “Diam engkau! Tidakkah engkau tahu bahawa Aku telah menetapkan kematian bagi semua makhluk yang berada di bawah ArasyKu?”

Izrail mengadap Allah sekali lagi lalu ditanya Allah siapakah yang masih tinggal, lalu Izrail menjawab, “Hanya Engkau ya tuhanku, malaikat pemegang ArasyMu dan aku”. Dia diperintahkan mencabut nyawa malaikat pemegang Arasy dan bergoncanglah Arasy tersebut disebabkan tiada siapa yang memegang Arasy yang besar itu. Dengan izin Allah, Arasy itu diam sendiri. Kemudian Allah bertanya lagi, siapakah yang masih tinggal, lalu Izrail berkata hanya dirinya dan Allah yang Maha Esa. Allah berfirman padanya, “Tidakkah kau mendengar firmanku bahawa setiap yang hidup pasti akan merasai mati? Maka cabutlah nyawamu sendiri.”

Pergilah malaikat maut di suatu tempat yakni antara syurga dan neraka lalu dicabutnya nyawa sendiri di situ dengan cara selembut-lembutnya. Izrail berteriak sekuat hati dan andainya ada makluk Allah yang lain mendengar teriakannya, maka akan mati kesemuanya. Lalu Izrail berkata, “Andainya aku tahu pedihnya rasa mati, akan aku cabut nyawa orang beriman dengan selembut-lembut cara.”

Sangkakala kedua: Membangkitkan

Setelah kewafatan Izrail, maka tinggallah Allah sebagai Raja di alam semesta ini, lalu Allah bertanya kepada alam, “Siapakah raja-raja yang memiliki kerajaan hari ini?” Namun tiada seorang pun menjawab persoalannya, maka Allah sendiri menjawab, “Hanya kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan”. Kemudian Allah memerintahkan langit menurunkan hujan seakan-akan air mani lelaki ke bumi selama berbulan-bulan sehingga bumi ditenggelami air. Lalu Allah hidupkan Jibril, Mikail dan Malaikat penjaga Arasy serta Israfil.

Israfil telah bersedia meletakkan sangkakala di mulutnya sambil menunggu arahan dari Allah. Jibril pula ditugaskan membawa pakaian yang serba cantik lagi harum ke kubur Nabi Muhammad bersama Buraq yang pernah baginda tunggah ketika Israk Mikraj dahulu. Kemudian Israfil memasukkan kesemua roh-roh umat-umat sejak Nabi Adam hinggalah kiamat ke dalam sangkakala dan ditiupkan sangkakala kali ketiga yakni untuk menghidupkan segala makhluk, maka terbukalah kubur Rasulullah dan keluarnya baginda disambut Jibril. Bertanya Rasulullah pada Jibril, “Hari apakah ini? Bagaimanakah perihal umatku”. Jibril menjawab, “Ketahuilah bahawa engkau adalah manusia pertama yang dibangkitkan.” Maka dipakaikan Rasulullah pakaian yang serba agung lagi baik dan ditunggangi Buraq ke Masyar.

Sangkakala terus ditiupkan dalam masa yang panjang dan bertebaran roh-roh masuk ke kubur masing-masing dan dihidupkan semua makhluk kali kedua. Mereka semua tertanya-tanya hari apakah ini. Itulah hari pengadilan dan mereka semua dihalau ke Padang Masyar untuk dihisab.

——————————————————————–

Alhamdulillah selesai juga kisah Hari Kiamat yang ingin aku kongsikan pada korang semua. Moga ia menjadikan kita seorang yang sentiasa taat kepada perintah Allah. Artikel yang aku taip ini kebanyakan sumbernya aku ambil dari buku Al-Hidayah yang dibeli dari MPH satu ketika dahulu dan sedikit sebanyak juga ada sumber aku ambil dari buku-buku agama yang telah lama aku miliki. Rujukan dari internet juga ada serba sedikit.


sumber / gambar : http://syahirul.com/

Etika pemakaian Muslimah mengikut Al-Quran & Sunnah


Syarat-syarat asas pakaian seorang wanita:

1 – Menutup Seluruh Tubuh, melainkan bahagian yang dikecualikan (yang boleh untuk tidak ditutup).
2 – Bukan dengan tujuan untuk berhias atau melawa.
3 – Menggunakan kain yang tebal (bukan yang tipis) sebagai kain pakaiannya.
4 – Tidak ketat (longgar) dan menggambarkan bentuk tubuh.
5 – Tidak diberi wangian (perfume).
6 – Tidak menyerupai pakaian lelaki.
7 – Tidak menyerupai pakaian wanita kafir.
8 – Bukan pakaian untuk bermegah-megah.

Perintah Menutup Aurat

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Maksudnya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan (menjaga) pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan (memanjangkan) kain tudung (khimar) ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera (anak-anak lelaki) mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.” (Surah an-Nuur, 24: 31)

لا جُنَاحَ عَلَيْهِنَّ فِي آبَائِهِنَّ وَلا أَبْنَائِهِنَّ وَلا إِخْوَانِهِنَّ وَلا أَبْنَاءِ إِخْوَانِهِنَّ وَلا أَبْنَاءِ أَخَوَاتِهِنَّ وَلا نِسَائِهِنَّ وَلا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ وَاتَّقِينَ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengenakan (dan melabuhkan) jilbabnya (pakaian) ke seluruh tubuh mereka”. Dengan demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, dan dengan itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Surah al-ahzaab, 33: 59)

Maksud Hijab:

Hijab adalah bentuk mashdar, dan maknanya secara bahasa adalah yang besifat menutup, melindungi, dan mencegah.

Dari segi syara’ (istilah) adalah seseorang wanita yang menutup tubuh dan perhiasannya, sehingga orang asing (yang bukan tergolong dari mahramnya) tidak melihat sesuatu pun dari tubuhnya dan perhiasan yang dia kenakan sebagaimana yang diperintahkan supaya ditutup (dihijab). Iaitu ditutup/dihijab dengan pakaiannya atau dengan tinggal di rumahnya.

Wanita mukmin berhijab dengan mengenakan khimar (kain tudung/penutup kepala) yang dilabuhkan sehingga ke dada-dada mereka dan dengan mengenakan jilbab yang menutupi seluruh tubuh mereka.

Maksud Khimar:

Lafaz al-Khumru/khumur (ألخمر) yang termaktub di dalam ayat 31 surah an-Nuur di atas adalah bentuk jama’ dari lafaz khimar (خمار) yang membawa maksud sesuatu yang dapat menutupi. Maksudnya di sini, adalah merujuk kepada menutupi kepala (tidak termasuk dada). Atau, ia juga disebut dengan al-Miqna’ (sigular) atau al-Maqaani’ (jamak/plural) yang membawa maksud tudung (penutup kepala). Secara lengkapnya (istilah) ia adalah pakaian yang menutup bahagian kepala iaitu mencakupi rambut, telinga, dan leher.

Berdasarkan penelitian Syaikh al-Albani, beliau menyatakan bahawa khimar adalah penutup kepala, tidak ada yang nampak darinya, melainkan lingkaran wajahnya. (al-Albani, Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 14)

Manakala sebahagian pendapat yang lain (dari ulama) menyatakan menutup termasuk bahagian wajah/muka.

Maksud Jilbab:

Bentuk jama’ dari kata Jilbab adalah jalaabib (جلاَبِيب). Jilbab ialah pakaian yang menutupi seluruh tubuh. Fungsi jilbab lebih luas/umum dari khimar, kerana jilbab merujuk kepada menutup tubuh wanita dari kepalanya sehingga ke bahagian bawah tubuhnya (termasuk kaki). (Melainkan apa yang dibenarkan untuk tidak ditutup/dibolehkan terbuka)

Al-Jauhari berkata: “Jilbab adalah kain/pakaian yang menutupi seluruh tubuh.” (al-Mishbaahul Muniir fii Tahdziibi Tafsiiri Ibni Katsir, jil. 7, m/s. 372)

Berkenaan ayat 31 Surah an-Nuur

“وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا” – “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya.”

Maksudnya di sini, janganlah kamu (wanita yang beriman) menampakkan walau satu pun perhiasannya kepada lelaki ajnabi (yang bukan mahram), kecuali yang tidak dapat disembunyikan.

Ibnu Mas’oud (radhiyallahu ‘anhu) berkata: (iaitu) “Selendang dan pakaian”. Maksudnya di sini adalah kain tutup kepala yang biasa dikenakan oleh wanita arab dan baju yang menutupi badannya. Tidak mengapa menampakkan pakaian bawahnya. (al-Mishbaahul Muniir fii Tahdziibi Tafsiiri Ibni Katsir, jil. 7, m/s. 374-375)

Manakala sebahagian yang lain (pendapat yang lebih kuat) menyatakan bahawa tidak mengapa menampakkan tapak tangan (dari pergelangan ke tapak tangan) dan muka/wajah. Syaikh al-albani menjelaskan berdasarkan riwayat-riwayat yang mutawatir bahawa “kecuali yang (biasa) nampak daripadanya” adalah muka/wajah dan tapak tangan sebagaimana yang biasa berlaku kepada wanita-wanita pada zaman Nabi dan generasi sahabat. (al-Albani, Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 60)

Begitu juga dengan imam al-Qurthubi yang menjelaskan bahawa “kecuali yang (biasa) nampak daripadanya” adalah muka/wajah dan tapak tangan dan ianya dikuatkan dengan dalil dari hadis riwayat Abu Daud:

Dari ‘Aisyah, bahawa Asma’ binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dengan mengenakan pakaian yang tipis. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam pun berpaling darinya, lalu berkata, “Wahai Asma’, sesungguhnya wanita itu apabila telah mencapai masa haid, dia tidak sepatutnya memperlihatkan tubuhnya melainkan ini dan ini. Beliau berkata begitu sambil menunjuk ke wajah dan kedua tapak tangannya. Ini adalah cara yang paling baik dalam menjaga dan mencegah kerosakan manusia. Maka, janganlah para wanita menampakkan bahagian tubuhnya, melainkan wajah dan tapak tangannya. Allahlah yang memberi taufiq dan tidak ada Tuhan (yang benar) melainkan Dia.” (Tafsir al-Qurthubi, 11/229. Rujuk: al-Albani, Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 58-59)

Hadis ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Abu Daud tersebut juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi, 2/226, 7/86. ath-Thabrani, Musnad asy-Syamiyyin, m/s. 511-512. Ibnu Adi, al-Kamil, 3/1209. Syaikh al-Albani menyatakan bahawa hadis ini mursal sahih dari jalan Qatadah yang dikuatkan dengan jalan Ibnu Duraik serta Ibnu Basyir. Rujuk perbahasan selanjutnya berkenaan hadis ini oleh al-Albani, Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 67-68)

“وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ” – “Dan hendaklah mereka menutupkan (memanjangkan) kain tudung (khimar) ke dadanya,” Maksudnya, kain tudung yang memanjang melebihi dada sehingga dapat menutupi dada dan tulang dada. Hukum ini adalah supaya wanita mukmin memiliki perbezaan yang jelas berbanding dengan wanita-wanita jahiliyyah, kerana wanita-wanita jahiliyyah tidak pernah melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah tersebut. Menjadi kebiasaan mereka lalu di hadapan para lelaki dengan menampakkan dada tanpa ditutupi. Malah, mereka juga menampakkan leher, jambul rambut, dan anting-anting telinga mereka. Maka, Allah Subhanahu wa Ta’ala pun memerintahkan kepada wanita-wanita yang beriman supaya menutup diri mereka di hadapan lelaki ajnabi (yang bukan mahramnya) atau apabila keluar dari rumah. (al-Mishbaahul Muniir fii Tahdziibi Tafsiiri Ibni Katsir, jil. 7, m/s. 375)

Maka, dengan ini, jelaslah bahawa wanita-wanita yang beriman (Islam) wajib untuk berhijab (menutup aurat) dengan mengenakan pakaian menutup seluruh tubuhnya kecuali yang dibenarkan terbuka (dinampakkan) iaitu muka dan tapak tangan.

Menurut Syaikh al-Albani rahimahullah:

“Wajib bagi seluruh kaum wanita, sama ada yang merdeka, atau pun yang hamba supaya menutup jilbab ke seluruh tubuh mereka apabila keluar rumah (atau di hadapan lelaki ajnabi). Mereka hanya dibolehkan menampakkan wajah dan tapak tangannya sahaja berdasarkan kebiasaan yang berlaku pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam kerana adanya persetujuan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam terhadap mereka.” (al-Albani, Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 111)

Wajibkah Menutup Wajah/Muka (Bagi Wanita)?

Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud di atas, membuka wajah bukanlah suatu yang diharamkan malah dibenarkan. Memang terdapat sebahagian pendapat yang menyatakan bahawa menutup wajah adalah wajib (dengan membiarkan hanya mata yang kelihatan). Maka, terdapat sebahagian wanita yang mempraktikkannya dengan mengenakan niqab (kain penutup yang menutup wajah dari hidung atau dari bawah lekuk mata dan ke bawah) atau purdah. Namun, menurut Syaikh al-Albani rahimahullah, menutup wajah dan kedua tapak tangan itu hukumnya adalah sunnah dan mustahab sahaja (tidak sampai kepada hukum wajib). (al-Albani, Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 12)

Beliau juga menjelaskan bahawa:

“Dapat diambil kesimpulan bahawa permasalahan menutup wajah bagi seseorang wanita dengan purdah/niqab atau yang sejenisnya seperti yang dikenakan oleh sebahagian wanita zaman ini yang bersungguh-sungguh menjaga dirinya adalah suatu perkara yang memang terdapat di dalam syari’at dan termasuk amalan/perbuatan yang terpuji walaupun ianya bukanlah suatu hukum yang diwajibkan (ke atas mereka). Kepada mereka yang mengenakannya (menutup wajah) bererti dia telah melakukan suatu kebaikan dan mereka yang tidak melakukannya pula tidaklah berdosa.” (al-Albani, Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 128)

Ini adalah kerana terdapat banyaknya riwayat-riwayat yang jelas menunjukkan bahawa tidak wajibnya menutup wajah. Namun, terdapat juga riwayat-riwayat yang lain yang menunjukkan adanya sunnah terhadap perbuatan menutup wajah (bagi wanita).

Riwayat Yang Menunjukkan Adanya Sunnah Menutup Wajah

Perlu kita fahami bahawa walaupun perbuatan menutup wajah dan tapak tangan bukanlah suatu perkara yang diwajibkan bagi wanita, namun perbuatan tersebut ada dasarnya dari Sunnah, dan ianya juga pernah dipraktikkan oleh para wanita di Zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam sendiri (maksudnya),

“Janganlah wanita yang ber-ihram itu mengenakan penutup wajah/muka atau pun penutup/kaos (sarung) tangan.” (Hadsi Riwayat al-Bukhari, 4/42, dari Ibnu ‘Umar)

Dari hadis ini menunjukkan bahawa apabila di luar waktu berihram, mereka akan mengenakan penutup wajah dan tangan. Maka dengan sebab itulah Nabi mengarahkan apabila mereka di dalam ihram supaya tidak berbuat demikian (menutup wajah dan tangan).

Malah, terdapat banyak hadis yang menunjukkan bahawa para isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam memakai niqab (menutup wajah-wajah mereka). Perbuatan menutup wajah juga tsabit dari banyak atsar-atsar sahabat/tabi’in yang sahih. Ini adalah sebagaimana beberapa riwayat berikut:

1 – Dari ‘Aisyah, dia berkata:

“Biasanya para pemandu lalu di hadapan kami yang sedang berihram bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Maka, jika mereka melewati kami, maka masing-masing dari kami menjulurkan jilbab yang ada di atas kepala untuk menutup muka. Namun, apabila mereka sudah berlalu dari kami, maka kami pun membukanya kembali.” (Hadis Riwayat Ahmad, al-Musnad, 5/30. Hadis ini hasan, lihat al-Irwa’, no. 1023, 1024)

2 – Dari Asma’ binti Abu Bakar, dia berkata:

“Kami biasa menutup wajah kami dari pandangan lelaki dan sebelum itu kami juga biasa menyisir rambut ketika ihram.” (Hadis Riwayat al-Hakim, al-Mustadrak, 1/545. Disepakati oleh adz-Dzahabi)

3 – Dari Ashim al-Ahwal, dia berkata:

“Kami pernah mengunjungi Hafshah bin Sirin (seorang tabi’iyah) yang ketika itu dia menggunakan jilbabnya untuk menutup wajahnya. Lalu, aku katakan kepadanya, “Semoga Allah memberi rahmat kepadamu. Allah berfirman: “Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tidak memiliki keinginan untuk berkahwin (lagi), bagi mereka tiada dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka.” (Surah an-Nuur, 24: 60).” (Atsar Riwayat oleh al-Baihaqi, 7/93)

Berkenaan ayat 60 dari surah an-Nuur tersebut, Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata di dalam tafsirnya, jil. 5, m/s. 445, katanya: “Iaitu pakaian yang jelas tampak, seperti khimar (penutup kepala) dan sejenisnya yang sebelumnya telah Allah wajibkan untuk dipakai oleh wanita sebagaimana di dalam ayat “… dan hendaklah mereka melabuhkan khimar mereka sehingga ke dadanya.”

4 – Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, dia berkata:

“Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam meliuhat Syafiyah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam melihat ‘Aisyah mengenakan niqab (penutup wajah) di dalam sekumpulan para wanita. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam tahu bahawa itu adalah ‘Aisyah berdasarkan niqabnya.” (Hadis Riwayat Ibnu Sa’ad, 8/90)

5 – Dari Anas bin Malik (dalam Perang Khaibar):

“…Akhirnya para sahabat pun mengetahui bahawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjadikannya (Shafiyah) sebagai isteri. Ini adalah kerana beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam memakaikan khimar kepadanya dan membawanya duduk di belakangnya (di atas unta). Dan beliau pun menutupkan selendang (pakaian) beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam pada punggung dan wajahnya…” (Lihat: Hadis Riwayat al-Bukhari, 7/387, 9/105. Muslim, 4/146-147. Ahmad, 3/123, 246, 264)

6 – Dari ‘Aisyah (di dalam peristiwa al-Ifki), dia berkata:

(ketika di dalam suatu perjalanan perperangan, ‘Aisyah tertinggal dalam satu persinggahan) katanya, “… aku berharap kumpulan prajurit akan menyedari bahawa aku tidak ada di dalam tandu dan segera akan kembali mencariku (yang tertinggal). Ketika aku duduk di perkhemahanku itu, aku terasa mengantuk lalu aku pun tertidur.

Ketika itu, Shafwan bin Mu’aththal as-Sulaimi adz-Dzakwani juga mengalami nasib yang sama, tertinggal dari rombongan prajurit. Dia pun berjalan menghampiri perkhemahanku dan melihat dari kegelapan ada sekujur tubuh manusia yang sedang tertidur. Dia pun menghampiriku. Dan dia mengenaliku, kerana dia pernah melihatku sebelum turun ayat hijab. Ketika dia tahu bahawa yang tertidur itu adalah aku, dia pun berteriak istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un). Teriakan tersebut membuatkanku terjaga dari tidur dan aku cepat-cepat menutup wajahku dengan jilbab…” (rujuk di dalam Tafsir Ibnu Katsir di bawah penafsiran Surah an-Nuur, 24: 11. Sirah Ibnu Hisyam, 3/309. Hadis Riwayat al-Bukhari, 8/194-197. Muslim, 8/133-118)

Riwayat Yang Menunjukkan Dibolehkan Membuka Wajah Dan Tapak Tangan

1 – Dari Imran bin Hushain, katanya:

“Suatu ketika aku pernah duduk bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Tiba-tiba Fatimah datang, lalu berdiri di hadapan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Aku memandang ke arahnya. Di wajahnya terdapat darah yang kekuning-kuningan…”(Hadis Riwayat Ibnu Jarir, at-Tahzib (Musnad Ibnu Abbas), 1/286, 481)

2 – Dari Abu Asma’ ar-Rabi’, dia menyatakan bahawa pernah mengunjungi Abu Dzar al-Ghifari yang ketika itu sedang berada di Rabdzah, yang di sampingnya ada isteri yang berkulit hitam… (Hadis Riwayat Ahmad, al-Musnad, 5/159)

3 – Dari Urwah bin Abdullah bin Qusyar, dia pernah mengunjungi Fathimah binti Abu Thalib. Dia berkata, “Aku melihat di tangan Fathimah terdapat gelang tebal, yang pada tiap-tiap tangannya terdapat dua gelang.” Dia berkata lagi, “Dan aku juga melihat ada cincin di tangannya…” (Hadis Riwayat Ibnu Sa’ad, 8/366. Shahih menurut Syaikh al-Albani)

4 – Dari Mu’awiyah, dia berkata:

“Aku pernah bersama ayahku mengunjungi Abu Bakar. Aku melihat Asma’ berdiri dekat dengannya, dan Asma’ kelihatan putih (wajahnya). Lalu aku melihat Abu Bakar. Ternyata dia adalah seorang lelaki yang putih dan kurus.” (Hadis Riwayat ath-Thabrani, Mu’jam al-Kabir, 1: 10/25)

5 – Dari ‘Aisyah, katanya:

“Kami para wanita mukminah biasanya menghadiri solat Subuh bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam dengan mengenakan kain yang tidak berjahit. Kemudian para wanita tadi pulang ke rumahnya sebaik sahaja melaksanakan solat. Mereka tidak dapat dikenali disebabkan gelap.” (Hadis Riwayat al-Bukhari & Muslim. Lihat juga Shahih Sunan Abi Daud, no. 449)

Daripada hadis tersebut, para wanita tidak dapat dikenali diakibatkan oleh keadaan yang gelap. Sekiranya tidak gelap, sudah tentu mereka dapat dikenalpasti. Ini menunjukkan bahawa mereka tidak mengenakan penutup wajah yang mana mereka boleh dikenali.

6 – Dari Ibnu Abbas dia berkata:

“Pernah seorang wanita solat di belakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam (di saf wanita). Dia seorang wanita yang sangat cantik dan secantik-cantik wanita…” (Hadis Riwayat al-Hakim. Sahih, disepakati oleh adz-Dzahabi. Lihat juga, Silsilah al-Ahadis as-Sahihah, no. 2472)

Malah, bolehnya membuka wajah bagi wanita tersebut juga turut didukung oleh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri,

“Katakanlah kepada lelaki yang beriman supaya menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan mereka…” (Surah an-Nuur, 24: 30)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam berkata kepada Ali, “Wahai Ali, janganlah engkau ikuti pandangan pertamamu dengan pandangan yang berikutnya. Sesungguhnya hak kamu adalah pandangan yang pertama itu sahaja.” (Hadis Riwayat Abu Daud, 1/335. Hadis hasan menurut Syaikh al-Albani)

Dari Jarir bin Abdullah, dia berkata: “Aku pernah berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam berkenaan pandangan sekilas (pandangan pertama). Beliau meemrintahkanku supaya segera memalingkan pandangan tersebut.” (Hadis Riwayat Muslim, 6/182)

Kesimpulan dari firman Allah dan hadis tersebut adalah, sekiranya wanita tersebut menutup wajah-wajah mereka, mengapa perlu untuk menundukkan pandangan? Dengan ini, ia menunjukkan bahawa pada wanita itu ada bahagian yang terbuka dan memungkinkan untuk dilihat.

Malah berdasarkan hadis tersebut, sekiranya wajah wajib ditutup, sudah tentu bukan sahaja Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam memerintahkan kaum lelaki memalingkan wajahnya, tetapi juga beliau akan memerintahkan wanita untuk mengenakan penutup wajah.

Ciri-ciri Pakaian Wanita Yang Beriman

1 – Bukan dengan tujuan untuk berhias atau melawa (tabarruj):

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan hendaklah kamu (isteri-isteri Nabi) tetap di rumahmu serta janganlah kamu berhias (tabarruj) dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu…” (Surah al-ahzaab, 33: 33)

Wanita-wanita diperintahkan supaya tinggal di rumah, namun tetap dibenarkan untuk keluar rumah dengan alasan yang dibenarkan oleh Syara’.

Muqatil bin Hayyan menyatakan berkenaan firman Allah (maksudnya), “janganlah kamu berhias (tabarruj) dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu” bahawa yang dimaksudkan dengan tabarruj adalah meletakkan tudung di atas kepala tanpa menutup bahagian leher, sehingga kalung-kalung mereka, anting-anting, dan leher mereka dapat dilihat. Qatadah berkata, “Apabila kaum wanita keluar rumah, mreka gemar berjalan dengan lenggang-lenggok, lemah gemalai, dan manja. Maka Allah melarang semua itu. (al-Mishbaahul Muniir fii Tahdziibi Tafsiiri Ibni Katsir, jil. 7, m/s. 279)

Menurut Syaikh al-albani rahimahullah:

“Tabarruj adalah perbuatan wanita menampakkan perhiasan dan kecantikannya, serta segala sesuatu yang sewajibnya ditutup dan disembunyikan kerana boleh membangkitkan syahwat klelaki. Dengan itu, maksud asal perintah menutup aurat adalah supaya kaum wanita menutup perhiasaannya (yang memiliki daya tarikan). Atas sebab itulah, maka tidak masuk akal sekiranya jilbab yang bertujuan menutup tubuh (aurat/perhiasan) itu pula menjadi pakaian untuk berhias/melawa sebagaimaan yang sering kita temui zaman ini.” (al-Albani, Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 133)

2 – Menggunakan kain yang tebal (bukan yang tipis) sebagai kain pakaiannya

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda:

“Pada akhir zaman nanti ada wanita dari kalangan umatku yang berpakaian, namun sebenarnya mereka telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat punggung unta. Kutuklah mereka itu, kerana sebenarnya mereka adalah wanita-wanita yang terkutuk.” (Hadis Riwayat ath-Thabrani, Mu’jam al-Kabir, m/s. 232. Rujuk Silsilah al-Ahadis ash-Shahihah, no. 1326)

Ibnu Abdil Barr berkata: “Apa yang dimaksudkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam adalah para wanita yang mengenakan pakaian yang tipis sekaligus menggambarkan bentuk tubuhnya…” (as-Suyuti, Tanwir al-Hawalik, 3/103)

Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahawa ‘Umar al-Khaththab pernah membahagikan baju qibthiyah (jenis pakaian mesir yang tipis berwarna putih) kepada masyarakat, kemudian dia berkata, “Janganlah kamu pakaikan baju-baju ini kepada isteri-isteri kamu!” Kemudian ada seseorang yang menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, aku telah memakaikannya kepada isteriku, dan telah aku perhatikan dari arah depan serta belakang, yang ternyata pakaian tadi tidaklah termasuk pakaian yang tipis.” Maka ‘Umar pun menjawab, “Sekalipun tidak tipis, namun pakaian tersebut masih tetap menggambarkan bentuk tubuh.” (Atsar Riwayat al-Baihaqi, 2/234-235)

Dari Syamiyah, dia berkata: “Aku pernah mengunjungi ‘Aisyah yang mengenakan pakaian siyad, shifaq, khimar, serta nuqbah yang berwarna kuning.” (Atsar Riwayat Ibnu Sa’ad, 8/70)

Siyad: adalah pakaian campuran sutera yang tebal.

Shifaq: adalah pakaian yang tebal dan begitu baik mutu tenunannya.

Nuqbah: adalah seluar yang tebal kainnya dan bermutu.

Maka, dengan itu hendaklah pakaian yang dikenakan bersifat tebal dan tidak tipis. Sekaligus tidak menggambarkan bentuk tubuh dan menampakkan warna kulit serta apa yang wajib disembunyikan (ditutup).

3 – Tidak ketat (longgar) dan menggambarkan bentuk tubuh

Usamah bin Zaid berkata:

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam pernah memberikan kepadaku baju qibthiyyah yang tebal hadiah dari Dihyah al-Kalbi. Baju tersebut aku pakaikan kepada isteriku. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bertanya kepadaku, “Mengapa engkau tidak pernah memakai baju qibthiyyah?” Aku memberitahunya, “Baju tersebut aku pakaikan kepada isteriku.” Beliau lantas berkata, “Perintahkan isterimu supaya memakai baju dalam ketika mengenakan baju qibthiyyah tersebut, kerana aku bimbang baju tersebut masih dapat menggambarkan bentuk tubuhnya.” (Hadis Riwayat Adh-Dhiya’ al-Maqdisi, al-Ahadis al-Mukhtarah, 1/441. Ahmad, 5/205. Hadis ini memiliki penguat di dalam Riwayat Abu Daud, no. 4116 sehingga menjadikannya hasan)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjelaskan sebab larangan memakai baju qibthiyyah bagi wanita adalah kerana kebimbangan beliau bahawa baju tersebut masih dapat menggambarkan bentuk tubuh.

Jika kita perhatikan, bukankah pakaian tersebut tebal, jadi apa gunanya mengenakan pakaian dalam untuk masa yang sama?

Maka, perlulah kita fahami bahawa baju qibthiyyah tersebut walaupun tebal, namun ia masih boleh menggambarkan bentuk tubuh, kerana dia memiliki sifat lembut dan lentur (melekat) di tubuh seperti pakaian yang terbuat dari sutera atau tenunan dari bulu kambing yang dikenali pada zaman ini. Dengan sebab itulah, Rasulullah memerintahkan isteri Usamah supaya memakai pakaian dalam supaya bentuk tubuhnya dapat dilindungi dengan baik.

Dari Ummu Ja’far bintu Muhammad bin Ja’far, bahawa Fathimah binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam pernah berkata:

“Wahai Asma’, sesungguhnya aku memandang buruk seorang wanita yang mengenakan pakaian tetapi masih menggambarkan bentuk tubuhnya.” (Atsar Riwayat abu Nu’aim, al-Hilyah, 2/43. al-Baihaqi, 6/34-35)

4 – Tidak Diberi Wangian (perfume)

Dari Abu Musa al-Asy’ary, dia berkata:

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda:

“Wanita yang memakai wangi-wangian, dan kemudian dia melintasi suatu kaum supaya mereka mencium bau wanginya, maka wanita tersebut adalah wanita penzina.” (Hadis Riwayat an-Nasa’i, 2/283. Abu Daud, no. 4172, at-Tirmidzi, 2786. Ahmad, 4/400. Menurut al-Albani, hadis ini hasan)

“Alasan dari larangan tersebut dapat dilihat dengan jelas iaitu menggerakkan panggilan syahwat (kaum lelaki). Sebahagian ulama telah mengaitkan perkara lain dengannya, seperti memakai pakaian yang cantik (melawa), perhiasan yang ditampakkan, dan bercampur baur dengan kaum lelaki.” (Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fathul Bari, 2/279. Lihat Abu Malik Kamal, Ensiklopedi Fiqh Wanita, jil. 2, m/s. 151)

Dari Abu Hurairah, dia berkata:

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam pernah bersabda: “Wanita yang memakai bakthur (sejenis pewangi untuk pakaian), janganlah solat ‘isya’ bersama kami.” (Lihat Silsilah al-Ahadis ash-shahihah, no. 1094)

Dari Zainab ats-Tsaqafiyah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda:

“Jika salah seorang wanita di antara kamu hendak ke masjid, maka janganlah sekali-kali dia memakai wangi-wangian.” (Hadis Riwayat Muslim)

Menurut Syaikh al-Albani rahimahullah:

“Apabila perkara tersebut diharamkan bagi wanita yang hendak ke masjid, maka apatah lagi bagi wanita yang bukan ke masjid seperti ke pasar dan seumpamanya? Tidak diragukan lagi bahawa perkara tersebut lebih haram dan lebih besar dosanya.” (al-Albani, Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 151)

Al-Haitsami rahimahullah menjelaskan:

“Sesungguhnya keluarnya seseorang wanita dari rumahnya dengan mengenakan wangi-wangian dan perhiasan adalah dosa besar, walaupun suaminya memberi izin padanya.” (al-Haitsami, az-Zawaajir, 2/37. Lihat Abu Malik Kamal, Ensiklopedi Fiqh Wanita, jil. 2, m/s. 151)

5 – Tidak menyerupai pakaian lelaki

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melaknat lelaki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian lelaki.” (Hadis Riwayat Abu Daud, 2/182. Ibnu Majah. 1/588, Ahmad. 2/325. Sanad Hadis ini Sahih)

Dari Ibnu abbas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melaknat lelaki yang menyerupai wanita, dan wanita yang menyerupai lelaki.” (Hadis Riwayat al-Bukhari, 10/274)

Batas larangan yang dimaksudkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam berkenaan penyerupaan wanita dengan lelaki atau yang sebaliknya tidaklah hanya merujuk kepada apa yang dipilih oleh sama ada kaum lelaki atau wanita berdasarkan apa yang biasa mereka pakai. Tetapi, apa yang lebih penting adalah perlunya merujuk kembali kepada apa yang wajib dikenakan bagi kaum lelaki dan wanita berpandukan kepada perintah syara’ yang mewajibkan menutup aurat menurut kaedahnya. (Lihat juga: Abu Malik Kamal, Ensiklopedi Fiqh Wanita, jil. 2, m/s. 152)

Di antara contoh perbuatan kaum wanita pada masa ini yang menyerupai kaum lelaki di dalam berpakaian adalah mereka memendekkan kain-kain atau pakaian-pakaian mereka sehingga mengakibatkan tersingkapnya kaki dan betis-betis mereka. Malah lebih parah sehingga peha-peha mereka menjadi tontonan umum.

Persoalan ini dapat kita fahami dengan baik melalui hadis yang berikut ini:

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Sesiapa yang melabuhkan pakaiannya (melebihi mata kaki/buku lali) dengan kesombongan, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat. Ummu Salamah bertanya, “Bagaimana dengan kaum wanita, apa yang harus dilakukan pada hujung (bawah) kain mereka?” Baginda pun menyatakan: “Sekiranya mereka melabuhkannya, labuhkanlah sejengkal (dari tengah-tengah betis). Ia berkata, “Sesungguhnya jika seperti itu (hanya sejengkal) maka kaki mereka akan masih dapat tersingkap”. Baginda menjelaskan, “Maka, labuhkanlah sehingga sehasta dan jangan lebih dari itu”. (Hadis Riwayat Abu Daud, 4/364, no. 4119. an-Nasaa’i, 8/209, no. 5336-5339. at-Tirmidzi, 4/223, no. 1736. Ahmad di dalam al-Musnad, 2/5555. Dan Abul Razak as-San’ani di dalam al-Mushannafnya 11/82. Berkata Imam Muslim: Sanad hadis ini sahih)

Melalui hadis ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam memerintahkan supaya para wanita melabuhkan kain-kain atau pakaian mereka sehingga tertutupnya betis dan kaki mereka.

Namun, apa yang berlaku pada masa ini adalah sebaliknya. Di mana, telah banyak tersebar dan diketahui secara umum bahawa begitu ramai sekali kaum lelaki yang gemar melabuhkan pakaiannya sehingga menyentuh tanah atau melabuhkannya dengan melepasi paras mata kaki (buku lali), namun berlaku sebaliknya pula kepada kaum wanita di mana mereka pula banyak berpakaian seakan-akan tidak cukup kain. Iaitu dengan mendedahkan aurat kepalanya (tidak bertudung), memakai pakaian ketat dan malah memendekkan kainnya atau seluarnya sehingga tersingkap betis-betis mereka.

Bukankah ini sudah menunjukkan suatu perkara yang terbalik berbanding sebagaimana yang dikehendaki oleh syari’at? Di mana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan agar kaum lelaki supaya tidak ber-isbal (tidak melabuhkan pakaiannya melebihi buku lali), dan memerintahkan agar kaum wanitanya melabuhkan kain sehingga sejengkal melebihi buku lali.

Maka, tidak syak lagi, bahawa perkara ini juga tergolong di dalam suatu bentuk penyerupaan di antara satu jantina dengan jantina yang lain dalam berpakaian dan bertingkah laku.

Ini hanyalah sebagai contoh, malah banyak lagi contoh yang lainnya (bagi lelaki yang menyerupai wanita) seperti lelaki yang mengenakan sutera sebagai pakaian yang mana ia adalah pakaian yang diharamkan kepada lelaki tetapi diharuskan bagi wanita. Begitu juga dalam persoalan memakai emas, anting-anting, dan seumpamanya.

Dan bagi wanita yang menyerupai lelaki adalah mereka mengenakan pakaian seluar yang ketat, berseluar pendek, tidak mengenakan tudung, memakai baju yang menampakkan lengan-lengan mereka dan seumpamanya.

6 – Tidak Menyerupai Pakaian Wanita Kafir (Tasyabbuh)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Adakah belum datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk hatinya tunduk mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya yang telah diturunkan al-Kitab kepada mereka, kemudian berlalulah masa yang panjang ke atas mereka sehinggalah hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasiq.” (Surah al-Hadid, 57: 16)

Ibnu Katsir menjelaskan berkenaan ayat ini dengan katanya: “Oleh kerana itu, Allah Ta’ala melarang orang-orang yang beriman menyerupai mereka (orang-orang yahudi) sama ada dalam perkara aqidah atau pun perkara-perkara fiqh.

Beliau juga menjelaskan (di bawah penafsiran al-Baqarah, 2: 104):

“Allah Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya yang beriman menyerupai orang-orang kafir, sama ada dalam ucapan mahu pun perbuatan mereka.” (al-Mishbaahul Muniir fii Tahdziibi Tafsiiri Ibni Katsir, jil. 1, m/s. 364)

Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda:

“Sesiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka.” (Hadis Riwayat Abu Daud. Sahih menurut Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’, no. 6149)

Syaikh al-Albani rahimahullah menjelaskan:

“Di dalam syari’at Islam telah ditetapkan bahawa umat Islam, sama ada lelaki atau pun perempuan, mereka tidak dibenarkan bertasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir, sama ada dalam persoalan ibadah, hari perayaan, dan juga berpakaian terutamanya yang merujuk kepada pakaian-pakaian khas agama mereka. Ini adalah merupakan prinsip yang asas di dalam agama Islam, yang sayangnya telah banyak diabaikan oleh umat Islam zaman sekarang” (al-Albani, Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 176)

Di dalam sebuah hadis, ia menjelaskan bahawa Rasulullah mengharamkan kepada kita memakai pakaian yang merupakan pakaian orang-orang kafir.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melihatku memakai dua pakaian yang diwarnai dengan warna kuning (yang menyerupai pakaian kebiasaan orang kafir), maka beliau pun berkata:

“Sesungguhnya ini adalah pakaian orang-orang kafir, maka janganlah engkau memakainya”.” (Hadis Riwayat Muslim, no. 2077. an-Nasa’i 2/298. Ahmad, 2/162)

Dari Ali radhiyallahu ‘anhu: “Janganlah kamu memakai pakaian para pendeta (seperti paderi, brahma, sami). Kerana sesungguhnya sesiapa yang mengenakan pakaian seumpama itu atau menyerupai mereka, maka dia bukan termasuk golonganku.” (Hadis Riwayat ath-Thabrani, al-Ausath)

Jika kita mahu mengambil contoh pada zaman sekarang, kita boleh melihat terdapat sebahagain umat Islam yang menggayakan/mengenakan pakaian sari (milik mereka yang beragama hindu), memakai pakaian Santa Claus (milik orang Kristian), dan juga memakai pakaian sami yang berwarna kuning, dan seumpamanya.

Dalam persoalan tasyabbuh ini sebagaimana yang dijelaskan, ia tidaklah terhad dalam persoalan berpakaian, malahan bersifat umum dan menyeluruh. Jika kita lihat hadis-hadis dalam persoalan tasyabbuh ini, ia turut menunjukkan betapa Nabi menegaskan larangan menyerupai orang-orang kafir dalam soal ibadah seperti solat, puasa, haji, jenazah, makanan, dan seterusnya.

Contoh Larangan Tasyabbuh Dalam Ibadah Solat:

1 – Nabi melarang menggunakan loceng dan trompet bagi menunjukkan masuknya waktu solat dan menyeru orang menunaikan solat. Beliau menjelaskan perbuatan tersebut menyerupai kaum Nasrani dan Yahudi. (Lihat Sahih Sunan Abi Daud, no. 511)

2 – Nabi melarang menunaikan solat ketika terbit matahari sehinggalah bermula naiknya matahari. Begitu juga di waktu terbenamnya matahari. Kerana pada waktu tersebut adalah waktu orang-orang kafir beribadah. (Rujuk Hadis Riwayat Muslim, 2/208-209)

3 – Dilarang menunaikan solat di atas kubur dan menjadikan kuburan sebagai masjid. Ini adalah kerana orang-orang kafir sebelum mereka menjadikan kuburan sebagai masjid. (Rujuk Hadis Riwayat Muslim, 2/67-68)

Contoh Larangan Tasyabbuh Ketika Berpuasa:

1 – Nabi memerintahkan supaya bersahur untuk berpuasa supaya membezakan dengan puasa ahli kitab yang berpuasa tanpa bersahur. (Rujuk Hadis Riwayat Muslim, 3/130-131)

Larangan Tasyabbuh Dalam Urusan Sembelihan Haiwan:

1 – Nabi melarang menyembelih haiwan dengan menggunakan kuku kerana kuku adalah pisau sembelihan orang-orang Habasyah. (Rujuk Hadis Riwayat al-Bukhari, 9/513-517, 553)

Larangan Tasayabbuh Dalam Penampilan:

1 – Nabi memerintahkan supaya menyelisihi orang-orang musyrik dengan cara merapikan misai, dan membiarkan janggut tumbuh panjang (jangan dicukur). (Rujuk Hadis Riwayat al-Bukhari, 10/288)

Larangan Tasyabbuh Dalam Persoalan Adab:

1 – Nabi melarang memberi salam seperti orang Yahudi, iaitu mereka memberi salam dengan kepala, tapak tangan, dan isyarat. (Lihat Silsilah al-Ahadis ash-Shahihah, no. 1783)

2 – Nabi memerintahkan supaya menjaga kebersihan halaman rumah dan jangan membiarkan ia dipenuhi sampah sarap. Kerana perbuatan mebiarkan sampah sarap di halaman rumah adalah perbuatan orang-orang Yahudi. (Rujuk Hadis Riwayat ath-Thabrani, al-Ausath, 11/2)

Maka, dengan penjelasan tersebut, kita perlu berusaha supaya menyelisihi orang-orang kafir terutamanya dalam persoalan yang telah ditunjukkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Kerana Allah berfirman,

“Kamu tidak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapa-bapa, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam Syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah redha terhadap mereka, dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (Surah al-Mujadilah, 58: 22)

7 – Bukan Pakain Untuk Bermegah-megah (Menunjuk-nunjuk)

Dari Ibnu ‘Umar, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda:

“Sesiapa yang memakai pakaian syuhrah (kebanggaan), maka Allah akan memakaikannya pakaian kehinaan pada hari Kiamat kemudian membakarnya dengan Api Neraka.” (Hadis Riwayat Abu Daud, 2/172, no. 4029)

Pakaian syuhrah adalah pakaian yang dipakai dengan tujuan supaya terkenal di mata orang kebanyakan, sama ada pakaian yang sangat berharga yang dipakai dalam rangka tujuan berbangga (mencari populariti) di dunia dan perhiasannya atau pakaian yang lusuh dengan tujuan menampakkan sifat kezuhudan dan menarik perhatian. (Lihat: Abu Malik Kamal, Ensiklopedi Fiqh Wanita, jil. 2, m/s. 153)

Hukum Menutup Kaki Bagi Wanita

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Sesiapa yang melabuhkan pakaiannya (melebihi mata kaki/buku lali) dengan kesombongan, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat. Ummu Salamah bertanya, “Bagaimana dengan kaum wanita, apa yang harus dilakukan pada hujung (bawah) kain mereka?” Baginda pun menyatakan: “Sekiranya mereka melabuhkannya, labuhkanlah sejengkal (dari tengah-tengah betis). Ia berkata, “Sesungguhnya jika seperti itu (hanya sejengkal) maka kaki mereka akan masih dapat tersingkap”. Baginda menjelaskan, “Maka, labuhkanlah sehingga sehasta dan jangan lebih dari itu”. (Hadis Riwayat Abu Daud, 4/364, no. 4119. an-Nasaa’i, 8/209, no. 5336-5339. at-Tirmidzi, 4/223, no. 1736. Ahmad di dalam al-Musnad, 2/5555. Dan Abul Razak as-San’ani di dalam al-Mushannafnya 11/82. Berkata Imam Muslim: Sanad hadis ini sahih)

Berdasarkan hadis ini, bahawa wanita perlu (wajib) menutup kaki-kaki mereka termasuklah betis-betis mereka iaitu dengan melabuhkan kain-kain mereka sebanyak satu hasta (lebih kurang satu kaki) dari pertengahan betis mereka.

Malah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam mebenarkan pakaian wanita terseret di atas tanah bagi tujuan menutup kaki-kaki mereka. (Lihat penjelasannya oleh Ibnu Taimiyah di dalam Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 166, al-Albani)

Berkenaan hadis tersingkapnya gelang-gelang kaki wanita di dalam perang Uhud, iaitu sebagaimana hadis daripada Anas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

“Ketika waktu perang Uhud, kaum muslimin berada dalam keadaan kucar-kacir meninggalkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, sedangkan abu Thalhah berdiri di hadapan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam melindungi dengan perisai dari kulit miliknya. Aku lihat ‘Aisyah binti Abu Bakar dan Ummu Sulaim berjalan tergesa-gesa. Aku melihat gelang-gelang kaki mereka ketika keduanya melompat-lompat sambil membawa bekas air di pinggangnya dan menuangkan bekas air tersebut ke mulut-mulut kaum muslimin…” (Hadis Riwayat al-Bukhari, 7/290. Muslim, 5/197)

Al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani berkata: “Siatusi tersebut terjadi sebelum turunnya ayat perintah menutup aurat (ayat hijab). (Dalam keadaan seperti itu) Mungkin juga ia terjadi tanpa mereka sengajakan.” (al-Albani, Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 166)

sumber / gambar : http://syahirul.com/